Dalam Kamus Bahasa Indonesia, rakyat diartikan sebagai penduduk sebuah
negara atau wilayah, sedangkan pemimpin adalah orang yang memimpin.
Perbedaan diantara keduanya terletak pada yang dipimpin dan yang
memimpin. Artinya dimana ada rakyat, pasti ada Pemimpin, yang akan
mengelola jalannya roda pemerintahan untuk kesejahteraan seluruh rakyat
yang dipimpinnya.
Fungsi pemimpin yaitu sebagai pemegang amanah yang diberikan oleh sang
rakyat, dan ini merupakan sebuah beban berat yang harus dipikul oleh
seorang pemimpin. Oleh karena itu, beban tersebut harus dipikul bersama
antara sang pemimpin dengan jajaran kabinet yang telah dipilihnya dan
bekerja dengan penuhkeikhlasan serta tanggung jawab, dengan dukungan doa
dari sang rakyat.
Sejenak mari kita lihat apa yang terjadi dengan para pemimpin yang ada
di negeri ini. Sebagai sebuah negara yang memiliki beragam suku dan
bahasa, tentu akan beragam pula karakter pemimpin yang menjalankan roda
pemerintahan diwilayahnya.
Lihat saja perbedaan karakter antara Jokowi dan Ahok, yang sekarang ini
dipercaya menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur oleh rakyat Jakarta,
dengan setumpuk permasalah yang terjadi, mulai dari macet yang belum
berakhir hingga banjir yang terus menghantui.
Karakter kedua tokoh yang satu berasal dari Pulau Jawa dan yang satu
dari Pulau Sumatera telah menyedot ribuan pasang mata yang melihat aksi
keduanya melalui vidio yang mereka uplode di youtube.
Ketegasan seorang Ahok dalam membenahi birokarsi yang amburadul di
Jakarta, dipadukan dengan aksi Jokowi yang sering melakukan kunjungan
langsung menemui rakyat kecil di pelosok Jakarta, tanpa harus menunggu
laporan terlebih dahulu dari para bawahannya. Hal ini telah menjadikan
Jokowi sebagai sosok gubernur yang rendah hati dan dekat dengan rakyat
kecil.
Kisah kedua tokoh tersebut, banyak mengambil simpati rakyat, tetapi
banyak juga menuai kritikan dari para birokrat, yang selama ini apa-apa
dengan uang dan uang. Rakyat sudah bosan dengan janji, sudah saatnya
daerah mereka memiliki pemimpin yang mau mendengar aspirasi rakyatnya.
Bukan hanya gasar gusur tanpa ada musyawarah terlebih dahulu.
Kehadiran sang pemimpin yang merakyat tentu sangat di harapkan oleh
semua kalangan masyarakat. Karena seorang pemimpin yang amanah dan mau
mengerti kondisi rakyatnya, akan bekerja dengan hati dan penuh tanggung
jawab, tanpa memperdulikan tekanan dari orang-orang yang ingin mengambil
keuntungan pribadi.
Pada akhir Tahun 2012 yang lalu, beragam media cetak dan elektronik
tiada henti memberitakan kasus Bupati Garut. Kasus yang bermula dari
pernikahan siri Sang Bupati dengan seorang gadis dibawah umur, telah
mengundang kontroversi yang berkepanjang. Masyarakat Garut marah, banyak
yang menuntut mundur Sang Bupati, tetapi sang pemimpin tersebut tetap
pada pendiriannya. Tidak ingin mengundurkan diri dari jabatan yang telah
di amanahkan sang rakyat.
Kasus yang menimpa Bupati Garut tersebut, tidak hanya menjadi pembahasan
masyarakat Garut saja. Sekelompok ibu-ibu di Kota Palembang juga
melakukan demo menuntut Sang Bupati dihukum, walaupun beda daerah
kepemimpinan, tetapi demi harkat dan martabat kaum hawa, Ibu-ibu
tersebut rela berpanas-panasan melakukan demo. Presiden SBY juga memberi
tanggapan mengenai kasus Sang Bupati tersebut. Menteri Dalam Negeri
Gamawan Fauzi juga telah menyatakan bahwa kasus Bupati Aceng telah
melanggar Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan.
Persoalan yang dialami oleh Bupati Garut tersebut, merupakan citra buruk
sosok pemimpin yang telah melupakan sumpah jabatan ketika dia dilantik
untuk mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan pribadi.
Seorang pemimpin yang seharusnya memberi kemajuan bagi perkembangan
daerah yang dia pimpin, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Citra
Kabupaten Garut yang terkenal dengan dodol dan dombanya, malah telah
menjadi tujuan wisata baru bukan karena dodol dan dombanya melainkan
karena kasus yang menimpa Aceng Sang Bupati Garut.
Pemimpin Amanah
Saat ini, sangat sulit untuk mencari sosok pemimpin yang mau benar-benar
memperhatikan dan mendengar keluhan rakyatnya, tanpa memandang siapa
dia dan apa pekerjaannya. Kebanyakan para pemimpin di negara ini, hanya
mau mendengar apa yang diucapkan oleh mereka yang punya kedudukan atau
mereka yang memiliki uang banyak.
Beberapa waktu yang lalu, banyak media memberitakan kisah pengusiran
seorang bapak berumur lima puluh satu tahun bernama Kasdi oleh petugas
keamanan Mahkamah Agung (MA). Hal ini terjadi karena sang bapak tidak
memakai sepatu dan baju yang rapi. Kasdi yang hanya berprofesi sebagai
pencari ikan di rawa-rawa, tidak mampu untuk membeli sepasang sepatu,
padahal tujuan Kasdi ke Mahkamah Agung yaitu hendak menanyakan proses
kasasi anaknya yang terkait kasus narkoba.
Lain halnya dengan para pejabat atau pengusaha, yang menggunakan sepatu
mengkilat dengan balutan jas necis dan kaca mata, sebagai onderdil
tambahan untuk membangun kharismanya. Tentu saja mereka akan dilayani
dengan sangat ramah, bahkan bisa jadi diantar langsung menemui sang
pimpinan. Mau tidak mau, suka tidak suka, inilah yang terjadi dinegeri
ini, dan kejadian seperti yang dialami oleh Bapak Kasdi dianggap hal
yang biasa.
Pada tahun 2014 nanti, bangsa ini akan memilih sang pemimpin yang akan
menahkodakan perahu Republik Indonesia ini lima tahun ke depan. Walaupun
masih dua tahun lagi, tetapi para kandidat calon pemimpin bangsa telah
bermunculan satu demi satu.
Partai politik sibuk memperkenalkan sang calon pemimpin dan mengerahkan
para satgasnya untuk lebih sering terjun kelapangan, dan melakukan
beragam kegiatan dalam upaya merebut simpati rakyat, terutama rakyat
kecil yang mudah untuk di iming-imingi dengan sembako dan pengobatan
gratis.
Hal yang lebih mengagetkan lagi yaitu, kemunculan calon pemimpin yang
berasal dari kalangan artis, sebut saja kehadiran raja dangdut Rhoma
Irama sebagai calon presiden yang dijagokan oleh dua partai besar
peserta pemilu. Ketenaran raja dangdut yang sudah puluhan tahun
menghibur masyarakat dan memiliki jumlah penggemar yang mencapai ribuan
bahkan mungkin jutaan, merupakan sosok yang pantas dilirik sebagai calon
presiden pada tahun 2014 nanti.
Faktor keterlibatan artis dalam upaya menarik hati para pemilih
merupakan senjata pamungkas bagi partai politik. Berbagai upaya akan
dilakukan demi menarik simpati rakyat, dan calon pemimpin yang mereka
usung bisa terpilih.
Tetapi pada akhirnya, semua kembali ke tangan rakyat. Senandung yang
selama ini didendangkan untuk sang pemimpin, semoga saja membawa
perubahan bagi sang rakyat. Pengalaman Pemilukada DKI Jakarta beberapa
waktu yang lalu, telah menjadi pelajaran berharga bagi seluruh partai
politik peserta pemilu 2014 nanti. Banyaknya dukungan parpol terhadap
sang calon pemimpin, bukanlah jaminanan sebagai pemenang, tetapi figur
ketokohanlah yang menjadi kunci kemenangan.
Semoga saja dimasa yang akan datang, akan terpilih sang pemimpin yang
mengerti kebutuhan rakyatnya, mengerti kesulitan yang dialami rakyatnya
dan meletakkan kepentingan rakyat diatas segala-galanya. Amin.